Berikut ini adalah contoh dari makalah tentang santri, langsung saja kita ke materi.
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah proses pembelajaran yang melibatkan berbagai
komponen yang saling behubungan (interpendent). Komponen tersebut menurut
Tabrani Rusyan (1962: 167-168) adalah tujuan, bahan, pelajar, guru, metode, situasi
dan evaluasi. Salah satu faktor yang sangat menentukan berhasilnya proses
belajar mengajar di dalam kelas adalah guru. Peranan dan kompetensi guru dalam
proses belajar mengajar meliputi banyak hal, sebagaimana dikemukakan oleh Adam
dan Decey yang dikutip oleh Uzer Usman (2002: 9) antara lain guru sebagai
pengajar, pemimpin kelas, pembimbing, perencana, supervisior, motivator dan ,
konselor.
Mengingat betapa besarnya peranan guru itu, maka kepribadian guru
yang banyak terungkap dalam tingkah lakunya sehari-hari banyak disimak dan
diamati oleh anak didik, didalam dan diluar lingkungan sekolahnya, begitu pula
dilingkungan pesantren.
Pondok Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam tertua di
Indonesia. Menurut para ahli, lembaga pendidikan tersebut sudah ada sebelum
Islam datang ke Indonesia. Oleh karena itu namanya berasal dari bahasa Arab,
yaitu “funduk” yang berarti tempat menginap atau asrama, sedangkan
pesantren dengan awalan (pe) dan akhiran (an) berasal dari santri, bahasa Tamil
yang berarti penuntut ilmu. (Amir Feisal, 1995: 19).
Dalam lingkungan pesantren, kiai dikatakan sebagai unsur yang utama
sekaligus pengelola pendidikan, karena semua arah kebijakan berada pada kiai.
Begitupun posisi dan misi kiai sangat penting sekaligus berat, bahkan Athiyah
Al-Abrasy (1987: 135-136) yang dikutip oleh Pupuh Faturrahman (2000: 186) menempatkan posisi
seorang guru atau pendidik dalam posisi atau kedudukan yang sangat tinggi,
sederajat dengan Rasul dan tinta seorang ulama (ilmuwan) lebih berharga
ketimbang darah para syuhada. Sabda Rasul SAW. :
قل للِْمعلّم وقه التّبجيْل # كا دالمعلّم ان يكون رسولً
Artinya: “Berdiri dan hormatilah guru dan berilah penghargaan,
seorang guru itu hampir saja merupakan seorang Rasul”.
Dari kutipan hadist diatas jelaslah bahwa seorang kiai akan sangat
dihormati dan dihargai oleh santrinya karena kedudukan dan derajatnya. Seorang
kiai yang memiliki kewibawaan ia akan selalu bersikap bijak dan memilki
karismatik sehingga santrinya akan merasa segan dan disiplin dalam menjalankan
segala aktivitasnya. Mengenai pentingnya kewibawaan untuk dimiliki oleh setiap
pendidik untuk menumbuhkan kedisiplinan anak didiknya dalam belajar, Abi Ahmadi
dan Uhbiyati (1991: 57-58) menjelaskan:
“kewibawaan merupakan syarat mutlak dalam pendidikan, artinya, jika
tidak ada kewibawaan maka pendidikan itu tidak mungkin terjadi, sebab dengan
kewibawaan, segala bentuk bimbingan yang diberikan oleh pendidik akan diikuti
secara sukarela oleh anak didik, sehingga tanpa kewibawaan pendidikan akan
kehilangan predikatnya sebagai pendidik”.
Dari penjelasan diatas dapat diasumsikan bahwa kewibawaan haruslah
dimiliki oleh seorang pendidik atau kiai, karena dengan kewibawaan tersebut
seorang santri dapat menjalankan aktivitasnya secara teratur dan disiplin
sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan karena merasa ada suatu figur yang
disegani oleh mereka.
Menurut Horikashi yang dikutip oleh Ahmad Tafsir (1994: 194)
kekuatan kiai berakar pada:
1.
Kredibilitas moral, yaitu didukung oleh keilmuan (pengetahuan agama
dan kemampuan membaca kitab), kesalihan pribadi (termasuk ketaatan dalam
melakukan ibadah ritual) dan pelayanan kepada masyarakat muslim (dalam arti
luas).
2.
Kemampuan memperhatikan pranata sosial yang diinginkan Islam adalah
kiai dan tidak semua kiai mempunyai kewibawaan dan pengaruh yang sama.
Salah satu kekuatan yang dapat diteladani dari diri kiai yaitu
karena kemampuannya menjaga pranata sosial, kiai yang yang berwibawa akan
mewujudkan perkembangan yang positif. Kewibawaan seorang kiai akan sangat
berpengaruh jika memang hal ini dimiliki oleh kiai dan akan dipandang sebagai
satu sosok/figur kharismatik dan berwibawa.
Demikian pula di pondok pesantren Al-Ihsan cibiruhilir Bandung,
sebagian santri telah mampu berdisiplin dengan mengikuti jadwal pengajian yang
telah ditentukan. Adapun proses pelaksanaan kegiatan pengajian di Ponpes ini
lebih terstruktur dan terarah karena ditangani secara profesional. Hal ini
dapat terlihat dengan jadwal kegiatan pengajian yang telah terpolakan secara
rapih, dalam arti terjadwal dari pagi hari sampai malam hari, dan dibagi
kedalam kelas-kelas, dimulai dari kelas pemula, menengah, dan kelas yang lebih
tinggi. Di sisi lain, Ponpes Al-Ihsan didukung oleh tenaga pengajar yang
profesional dibidangnya. Selain itu, sebagian besar dari santri di Ponpes
Al-Ihsan adalah para mahasiswa yang datang dari berbagai daerah.
Lebih lanjut, Ponpes Al-Ihsan ini menerapkan peraturan bagi para
santri untuk taat dan patuh pada ketentuan yang telah menjadi aturan
Ponpes.Ketika sebagian santri ditanya mengenai kewibawaan kiai secara umum mereka menganggap baik dan
bisa dijadikan figur bagi peserta didiknya.Sebagian telah mampu berdisiplin
dengan mengikuti jadwal pengajian yang telah di tentukan.Tetapi pada kesempatan
lain dari pengamatan penulis,masih terdapat beberapa yang tidak
disiplin,diantaranya tidak datang tepat waktu bahkan sampai tak ada yang hendak
selesai pengajian mereka baru hadir di pengajian.Dari 300 orang santri yang
telah mampu berdisiplin dalam mengikuti pngajian sekitar 70 % dan yang belum mampu
berdisiplin dalam mengikuti pengajian adalah sebanyak 30 % (wawancara dengan
Mentri pendidikan Ust.Baban Bani Adam pada tanggal 12 januari 2005)
Dari uraian diatas terdapat adanya kesenjangan , satu sisi
mereka(santri) menganggap baik terhadap kewibaan kiai, tetapi disisi lain
mereka tidak mencerminkan persepsinya tersebut. Hal ini terbukti dengan masih
adanya santri yang tidak berdisiplin dalam mengikuti pengajian.
Berdasarkan fenomena diatas, menimbulkan persoalan yang harus
diteliti lebih dalam, apakah persepsi santri tentang kewibawaan akan pengaruh
kepada disiplin santri dalam mengikuti pengajian? Untuk menjawab permasalahan
itu , maka penelitian itu akan diorientasikan pada judul : “PERSEPSI SANTRI
TENTANG KEWIBAWAAN KIAI HUBUNGANNYA DENGAN KEDISIPLINAN MEREKA MENGIKUTI
PENGAJIAN “ (Penelitian Di Pondok Pesantren Al-Ihsan Cibiruhilir Cilenyi
Bandung)
B.
B.Perumusan Masalah.
Berdasarkan uraian di atas ada beberapa hai yang menjadi
permasalahan dalam penelitian yaitu:
1.
Bagai mana persepsi santri tentang kewibawaan kiai?
2.
Bagai mana kedisiplinan santri dalam mengikuti pengajian di pondok
pesantren Al-Ihsan ?
3.
Bagai mana hubungan persepsi santri tentang kewibawaan kiai dengan
kedisiplinan mereka dalam mengikuti pengajian?
Untuk memper jelas arah pembahasan dalam peneliti ini, menulis akan
menjelaskan istilah- istilah yg terdapat dalam judul skipsi ini. Kata persepsi
menurut Slameto (1991;104) adalah peruses yang menyangkut pesa / informasi
kedalam otak manusia. Sedangkan menurut Usman Ependi (1993: 112) bahwa yang
dimaksud dengan persepsi (pengamatan) adalah proses penerimaan, penapsiran dan
memberi arti dari kesimpulan dan yang di terimanya melalui alat indranya. Dari
pengertian di atas dapat di tarik kesimpulan, bahwa persepsi adalah hasil
pengamatan seseorang terhadap suatu objek yang dinyatakan dengan pendapat
dengan pesan-pesan.
Dalam penelitan ini, kata persepsi dikaitkan dengan subjek santri
dan objek “Kewibawaan Kiai”. Yang di maksud dengan santri adalah orang yang
belajar di pondok pesantren. Sedangkan kata “kewibawaan”menurut Abu Ahmadi dan
Nur Uhbiyati (1991:57) yaitu suatu daya mempengaruhi yang terdapat seseorang
sehingga orang lain yang berhadapan dengan dia secara sadar dan sukarela
menjadi tunduk dan patuh kepadanya. Dalam hal ini yang disoroti kewibawaan
adalah kiai yang merupakan variable pertama yang membutuhkan jawaban atas
pertanyaan baga mana tanggapan santri terhadap kewibawaan kiai di pesantren
Al-Ihsan Cibiruhilir Bandung.
Variabel kedua dimulai dengan kata “disiplin” yang dimaksud
disiplin adalah segala perbuatan yang selalu mentaati tata tertib atau
peraturan. Menurut Cece Wijaya (1991: 118) kedisiplinan seorang siswa dapat
dilihat dari ketaatan terhadap tata tertib belajar dan ketelitian serta
ketepatan waktu belajar di kelas. Sedangkan Suharsimi Arikunto (1993: 114)
memandang bahwa kedisiplinan siswa adalah sejauh mana kepatuhan dalam mengikuti
peraturan atau tata tertib karena didorong oleh adanya kesadaran yang ada pada
hatinya. Sebab bila ketaatan itu hanya terpaksa maka ketertiban yang tercipta
akan banyak mengembangkan daya pikir dan kepribadian secara tidak wajar dan
biasanya hanya sementara saja sifatnya.
Sedangkan kata “pengajian” berasal dari kata “kaji” artinya
pelajaran terutama dalam hal agama (Balai Pustaka, 1994: 431). Darajat
(1996:99) mengatakan pengajian adalah kegiatan pendidikan agama yang dari segi
penyelenggaraannya diserahkan sepenuhnya kepada kebijakan kiai. Dengan kata
lain pengajian adalah pendidikan non-formal Islam yang memiliki kurikulum
tertentu yang dilaksanakan secara berkala dan teratur diikuti oleh jema’ah yang
relatif banyak dan bertujuan membina dan mengembangkan hubungan yang santun
diantara manusia dengan Allah, manusia dengan sesamanya dan menusia dengan
lingkungannya dalam rangka membina masyrakat yang bertaqwa.
C.
Tujuan Penelitian
Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan , setiap hasil penelitian
harus dipubilikasikan dan dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan lembaga
pendidikan, khususnya lembaga pendidikan tempat penulis mengadakan penelitian
ini, selain itu penulis ingin mencurahkan segala kemampuan untuk membantu
tujuan pendidikan yang dilaksanakan oleh lembaga pendidikan Pesantren Al-Ihsan,
dan lembaga-lembaga Islam lainnya. Sealur dengan prinsip ini, penelitian akan
penulis arahkan kepada pendeskripsian hasil analisis fenomena empirik yang
secara material akan dispesifikasikan pada pangungkapan tentang:
1.
Persepsi santri tentang kewibawaan kiai di Ponpes Al-Ihsan.
2.
Kedisiplinan santri dalam mengikuti pengajian di Ponpes Al-Ihsan.
3.
Hubungan Persepsi santri tentang kewibawaan kiai dengan
kedisiplinan santri dalam mengkuti pengajian.
D.
Kerangka Pemikiran
Setiap pekerjaan yang dibebankan kepada seseorang akan terasa
ringan dan mencapai hasil yang gemilang jika hal tersebut dilaksanakan secara
disiplin, sebab dengan disiplin pekerjaan akan dilakukan dengan semangat dan
bersungguh-sungguh yang pada akhirnya akan mencapai suatu keberhasilan.
Sebagaimana dijelaskan oleh Poerwadarminta (1985: 254) bahwa disiplin adalah:
1.
Latihan batin dan watak dengan maksud supaya segala kegiatan selalu
mentaati tata tertib.
2.
Ketaatan dapat dilaksanakan tata tertib dan peraturan.
3.
Ketaatan terhadap tata tertib dapat diterapkan dalam berbagai kehidupan
untuk mencapai kesuksesan terhadap tujuan yang diinginkan.
Asumsi dari pendapat diatas bahwa sikap disiplin tidak akan
tercipta secara spontan, akan tetapi memerlukan proses yang berkesinambungan
yang dimulai dengan latihan secara kontinyu kemudian di pupuk sehingga akan
melekat dalam watak yang akhirnya menjadi suatu kebiasaan yang baik yang
diwujudkan dengan sikap disiplin dalam melaksanakan peraturan yang berlaku.
Mengenai perilaku disiplin sebagaimana telah tersurat dalam
al-Qur’an Surat At-Taghobun ayat 16 yang berbunyi:
(#qà)¨?$$sù ©!$# $tB ÷Läê÷èsÜtFó$# (#qãèyJó$#ur (#qãèÏÛr&ur (#qà)ÏÿRr&ur #Zöyz öNà6Å¡àÿRX{ 3 `tBur s-qã £xä© ¾ÏmÅ¡øÿtR y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbqßsÎ=øÿçRùQ$# ÇÊÏÈ
Artinya: Maka bertakwalah
kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah dan
nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu. dan barangsiapa yang dipelihara
dari kekikiran dirinya, Maka mereka Itulah orang-orang yang beruntung.( Taghobun: 16).
Disiplin yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah bertaqwa kepada
Allah swt., mendengarkan perintah-Nya serta taat dan patuh kepada-Nya. Dalam
kegiatan pendidikan, penanaman kedisiplinan merupakan faktor yang signifikan,
karena dalam disiplin itu terdapat kontrol yang positif dalam mengerahkan
potensi kreatifitas dan memotivasi individu untuk bertingkahlaku sesuai dengan
aturan.
Cece Wijaya dan Tabrani Rusyan (1991: 18) menjelaskan bahwa
disiplin adalah keadaan tenang atau keteraturan dalam sikap atau tindakan. Jadi
kesimpulan dari penulis bahwa kedisiplinan siswa merupakan penurutan siswa
terhadap suatu peraturan yang telah ditetapkan oleh pihak sekolah dengan
kesadaran sendiri untuk terealisasinya peraturan tersebut. Agar disiplin dapat
dibina dan dilaksanakan dalam proses pendidikan sehingga mutu pendidikan dapat
ditingkatkan, ada beberapa indikator yang perlu diperhatikan:
a)
Patuh terhadap peraturan sekolah atau lembaga pendidikan.
b)
Mengindahkan petunjuk-petunjuk yang berlaku di sekolah.
c)
Tidak membangkang terhadap peraturan yang berlaku.
d)
Tidak berbohong.
e)
Rajin dalam kegiatan belajar mengajar.
f)
Tepat waktu dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar.
Kemudian taat terhadap kebijakan dan kebijaksanaan yang berlaku,
meliputi:
a)
Menerima, menganalisis dan mengkaji berbagai pembaharuan
pendidikan.
b)
Berusaha menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi pendidikan
yang ada.
c)
Tidak membuat keributan di dalam kelas.
d)
Mengerjakan tugas sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
e)
Menguasai diri dan introspeksi diri.
Untuk menumbuhkan kedisiplinan siswa dalam belajarnya dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu faktor tanggapan siswa
terhadap guru yang mengajarnya. Dalam proses belajar mengajar, siswa secara
terus menerus memberikan penilaian, tanggapan dan persepsi serta
pengamatan-pengamatan terhadap gurunya itu, yang mana hasilnya akan berdampak
terhadap kedisiplinan belajar siswa. Oleh karena itu, jika seorang pendidik
tidak memiliki dan tidak menunjukan sikap yang berwibawa, maka akan
mengakibatkan siswanya kurang disiplin dalam belajarnya. Hal senada disampaikna
oleh Cece Wijaya dan Tabrani Rusyan (1992: 21) bahwa kewibawaan perlu dimiliki
oleh guru, sebab dengan kewibawaan proses belajar mengajar akan terlaksanakan
dengan baik, tertib dan disiplin.
Ngalim Purwanto (2000: 49-50) mengemukakan, bahwa kewibawaan guru
atau pendidik lainnya yang bukan orangtua, menerima jabatan sebagai pendidik
dari pemerintah, anak akan tunduk dan patuh karena mengakui hak orang lain
untuk memerintah. Pelaksanaan kewibawaan oleh pendidik harus berdasarkan kepada
norma-norma dan pemberian contoh yang baik atau teladan. Menurut Abu Ahmadi dan
Nur Uhbiyati (1991: 57) kewibawaan atau gezag adalah suatu daya
mempengaruhi yang terdapat pada seseorang, sehingga orang lain yang berhadapan
dengannya, secara sadar dan sukarela menjadi tunduk dan patuh kepadanya.
Dari beberapa pendapat dan uraian tentang kewibawaan, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa kewibawaan atau gezag itu merupakan suatu
kekuatan jiwa yang dapat mempengaruhi orang lain, sehingga orang lain tersebut
merasa segan dan hormat serta patuh terhadap segala perintah dan larangannya,
juga nasehat yang diberikan ia turuti dengan segala kesadaran dan kerelaan.
Adapun untuk masalah kewibawaan, penulis mengambil beberapa pendapat
sebagai pendalaman dari ahli pendidikan, antara lain: pendapat Ngalim Purwanto
(1998: 48) bahwa tindak kewibawaan adalah pekataan yang meliputi perintah,
larangan dan nasehat yang harus ditaati oleh murid.
A. Samana (1994: 23) mengemukakan, diantara bentuk kewibawaan itu
yang lahir keunggulan pribadi pendidik itu sendiri yang bersikap tulus dalam
pergaulan serta tugas-tugasnya sebagai pendidik. Sedangkan Abu Ahmadi dan Nur
Uhbiyati (1995: 58) kewibawaan itu timbul dari kewibawaan lahir (pakaian lengkap
dan rapih, berbicara yang baik dan bersikap sopan) serta kewibawaan batin yakni
penuh kecintaan terhadap orang lain, membela kepentingan orang lain dan
kelebihan batin lainnya, seperti berlaku adil, bijakasana dan penuh
tanggungjawab.
Secara teoritik dapat dipahami bahwa tinggi rendahnya disiplin
belajar seseorang antara lain dipengaruhi tanggapan seseorang terhadap kadar
kewibawaan yang dimiliki oleh gurunya. Sealur dengan rencana penelitian,
penulis ingin membuktikan sejauh mana kebenaran teori tersebut jika diterapkan
kepada kasus yang melibatkan para santri Al-Ihsan Cibiruhilir Cileunyi Bandung.
Dalam hal ini penulis akan meneliti beberapa indikator dari dua variable yang
diteliti. Variable pertama yaitu kewibawaan antara lain:
1.
Perkataan yang meliputi larangan, perintah dan nasehat (Ngalim
Purwanto. 2000: 48).
2.
Keunggulan pribadi dalam pergaulan dan tugasnya sebagai pendidik
(A. Samana, 1994: 23)
3.
Berpakaian rapi (Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, 1991: 118)
Sedangkan untuk variabel kedua tentang kedisiplinan santri
mengikuti pengajian adalah:
1.
Patuh terhadap peraturan sekolah.
2.
Tidak malas dalam belajar.
3.
Tepat waktu dalam belajar.
4.
Tidak membuat keributan di dalam kelas.
5.
Mengerjakan tugas sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. (Cece
Wijaya dan Tabrani Rusyan, 1991: 18).
Untuk lebih jelasnya kerngka pemikiran di atas dapat dilihat pada
skema atau bagan berikut ini:
E.
Hipotesis
Hipotesis menurut Suharsimi Arikunto (2002: 64) adalah jawaban yang
bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian sampai terbukti melalui
data yang terkumpul. Penelitian ini melibatkan dua variabel yaitu persepsi
santri tentang kewibawaan kiai dan disiplin mereka dalam mengikuti pengajian.
Dalam kerangka itu diasumsikan bahwa disiplin belajar seseorang
berkaitan erat dengan sesuatu yang melatarbelakanginya. Salah satunya adalah
tanggapan orang itu terhadap kewibawaan yang dimiliki oleh gurunya. Dari asumsi
itu dengan membatasi diri pada kasus yang melibatkan santri di Ponpes Al-Ihsan
, maka penelitian ini akan berangkat dari hipotesis, semakin baik tanggapan
santri di Ponpes Al-Ihsan terhadap kewibawaan kiai, maka akan semakin tinggi
kedisiplinan mereka dalam mengikuti pengajian. Sebaliknya, semakin jelek
tanggapan mereka terhadap kewibawaan kiai, maka akan semakin rendah tingkat
kedisiplinan mereka dalam mengikuti pengajian. Untuk membuktikannya, maka
penulis melakukan pembuktian dengan menguji Hipotesis nol (Ho), yang menyatakan
tidak ada pengaruh persepsi santri tentang kewibawaan kiai terhadap
kedisiplinan mereka dalam mengikuti pengajian. Prosedur penelitian ditempuh dengan
jalan membandingkan harga thitung dengan ttabel. Apabila harga thitung lebih
besar dari ttabel, maka Hipotesis nol ditolak. Sebaliknya, apabila thitung
lebih kecil dari ttabel, maka Hipotesis nol diterima. Dengan statistik jika th
≥ tt = Ha diterima Ho ditolak, dan jika th < tt = Ha ditolak dan Ho
diterima.
F.
Langkah-Langkah Penelitian
Penelitian
ini dilakukan dengan mempertimbangkan langkah-langkah sebagai berikut:
1.
Menentukan Jenis Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah data kualitatif. Namun untuk
kepentingan data kuantitatif, maka data tersebut akan dikuantitatifkan dengan
uraian sebagai berikut:
a)
Data variabel X persepsi santri kewibawaan kiai.
b)
Data variabel Y tentang kedisiplinan santri dalam mengikuti
pengajian.
2.
Menentukan Sumber Data
Penentuan sumber data ini berkaitan erat dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
a)
Menentukan Lokasi Penelitian
Adapun lokasi penelitian ini di Pondok Pesantren Al-Ihsan Cibiruhilir
Cileunyi Bandung. Penentuan lokasi ini didasarkan pada latar belakang masalah
yang menunjukan adanya kesenjangan antara pemenuhan kriteria kewibawaan yang
ditampilkan sebagian santri dalam mengikuti pengajian. Selain itu penulis
tinggal di pesantren tersebut, sehingga memudahkan dalam memperoleh data.
b)
Populasi dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2002: 108).
Menurut Sudjana (2002: 6) bahwa populasi adalah totalitas semua nilai yang
mungkin, hasil menghitung, ataupun pengukuran, kualitatif maupun kuantitatif
mengenai karakteristik tertentu dari semua anggota kumpulan yang lengkap dan
jelas yang ingin dipelajari sifat-sifatnya.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh santri Ponpes Al-Ihsan yang berjumlah 300 orang. Untuk
pengambilan sampel dalam penelitian ini akan disesuaikan dengan teori yang
dikemukakan Suharsimi Arikunto (2002: 112) yang menyatakan apabila subjek
penelitian kurang dari 100, lebih baik diambil semuanya, sehingga penelitian
merupakan penelitian populasi, dan apabila subjek penelitian lebih dari 100,
maka dapat diambil antara 10% s/d 15% atau 20% s/d 25% atau lebih. Berdasarkan
petunjuk pengambilan diatas, dalam penelitian ini penulis akan mengambil sampel
sebanyak 20% dari jumlah populasi 300 orang, sehingga jumlah sampel seluruhnya
sebanyak 60 orang. Dilihat dari tekhnik penarikannya, penentuan 60 orang
tersebut akan dilakukan prinsip random, yakni penelitian mencampur
subjek-subjek didalam populasi sehingga subjek dianggap sama.
3.
Menentukan Metode dan Tekhnik Pengumpulan Data
a)
Metode Penelitian
Secara umum penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif,
yaitu metode yang diarahkan pada pemecahan masalah dengan cara memaparkan atau
menggambarkan apa adanya hasil penelitian. Metode ini bertujuan pada pemecahan
masalah-masalah yang ada pada masa sekarang.
b)
Tekhnik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data tersebut, penulis menggunakan tekhnik-tekhik
sebagai berikut:
1)
Observasi menurut Arikunto (2002: 133) adalah kegiatan pemusatan
perhatian terhadap suatu objek dengan mempergunakan seluruh alat indera.
Tekhnik ini digunakan dengan maksud untuk meneliti dan mengamati kewibawaan
kiai dan untuk mendapatkan data tentang disiplin santri dalam mengikuti
pengajian di Ponpes Al-Ihsan. Disamping itu, dimaksudkan pula untuk memperoleh
gambaran tentang sarana prasarana yang
digunakan dalam proses belajar mengajar (pengajian). Adapun aspek yang diangkatnya
adalah kewibawaan kiai yang dimiliki oleh kiai, disiplin santri dalam mengikuti
pengajian dan kelengkapan sarana dan prasarana proses belajar mengajar
(pengajian).
2)
Wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara
untuk menambah informasi dari yang di wawancara (Arikunto, 2002: 132). Tekhnik
ini dilakukan untuk memperoleh data tentang pelaksanaan proses belajar mengajar,
sarana dan prasarana mengajar. Selain itu juga dimaksudkan untuk menambah data
tentang sejarah berdirinya pesantren Al-Ihsan. Adapun aspek yang akan diangkatnya
adalah tanggapan santri tentang kewibawaan kiai dan disiplin dalam mengikuti
pengajian.
3)
Angket, menurut Sugiyono (2003: 162) bahwa angket atau kuesioner
merupakan tekhnik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan
seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya,
dalam arti laporan tentang pribadi atau hal-hal yang ia ketahui. Angket yang
berisi beberapa pertanyaan tentang kewibawaan kiai dan disiplin santri dalam
mengikuti pengajian.
4.
Analisis Data
Analisis yang dilakukan ini meliputi analisis parsial dan analisis
koresional. Yaitu sebagai berikut:
a.
Analisis Parsial
Analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui keadaan variabel. Alat
yang digunakan adalah:
1)
Analisis Parsial Perindikator, yaitu dengan cara menilai mean (X)
perindikator. Rumus yang digunakan adalah:
(Anas Sudjono, 2001: 80)
Apabila
diinterpretasikan kedalam skala lima normal absolut adalah sebagai berikut:
Antara 0,5 –
1,5 sangat rendah
Antara 1,5 –
2,5 rendah
Antara 2,5 –
3,5 cukup
Antara 3,5 –
4,5 tinggi
Antara 4,5 –
5,5 sangat tinggi
2)
Mengukur tendensi sentral
Langkah serta
rumus yang digunakan dalam mengukur tendensi sentral adalah:
a)
Menentukan rentang (R), yaitu:
R =
H – L + 1 (Anas Sudjono,
2001: 49)
b)
Kelas interval (KI), dengan rumus:
KI =
1 + 3,3 log n. (Sudjana, 2002:
47)
c)
Panjang kelas (PK), dengan rumus:
0 Response to "Proposal Penelitian Santri Tentang Kewibawaan "
Posting Komentar