1. Makna Keragaman dan Kesetaraan
1.1 Makna Keragaman
Keragaman
berasal dari kata ragam yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya: 1)
tingkah laku; 2) macam, jenis; 3) lagu: musik, langgam; 4) warna, corak; 5)
(liny) laras (tata bahasa). Sehingga keragaman berarti perihal beragam-ragam;
berjenis-jenis; perihal ragam; hal jenis.
Keragaman
yang dimaksud disini adalah suatu kondisi dalam masyarakat dimana terdapat
perbedaan-perbedaan dalam berbagai bidang, terutama suka bangsa dan ras, agama
dan keyakinan, ideology, adat kesopanan, serta situasi ekonomi (Elly M.Setiadi
2008).
1.2 Makna
Kesetaraan
Kesetaraan
atau kesederajatan berasal dari kata sederajat yang menurut KBBI artinya adalah
sama tingkatan (pangkat, kedudukan). Dengan demikian konteks kesederajatan di
sini adalah suatu kondisi di mana dalam perbedaan dan keragaman yang ada
manusia tetap memiliki satu kedudukan yang sama dan satu tingkatan hierarki
(Elly M.Setiadi 2008).
2. Keragaman dan kesetaraan sebagai
kekayaan sosial dan budaya
2.1 Keragaman sebagai kekayaan
sosial dan budaya
Keragaman
bangsa terutama karena adanya keragaman etnik, disebut juga suku bangsa atau
suku. Beragamnya etnik di Indonesia menyebabkan banyak ragam budaya, tradisi,
kepercayaan, dan pranata kebudayaan lainnya karena setiap etnis pada dasarnya
menghasilkan kebudayaan. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang
multikultur artinya memiliki banyak budaya.
Etnik
atau suku merupakan identitas sosial budaya seseorang. Artinya identifikasi
seseorang dapat dikenali dari bahasa, tradisi, budaya, kepercayaan, dan pranata
yang dijalaninya yang bersumber dari etnik dari mana ia berasal.
Namun
dalam perkembangan berikutnya, identitas sosial budaya seseorang tidak
semata-mata ditentukan dari etniknya. Identitas seseorang mungkin ditentukan
dari golongan ekonomi, status sosial, tingkat pendidikan, profesi yang
digelutinya, dan lain-lain.Identitas etnik lama-kelamaan bisa hilang, misalnya
karena adanya perkawinan campur dan mobilitas yang tinggi.
Keragaman
adalah karakteristik sosial budaya Indonesia. Selain keragaman, karakteristik Indonesia
yang lain adalah sebagai berikut (Sutarno, 2007) :
a.
Jumlah penduduk yang besar;
b. Wilayah yang luas
c.
Posisi silang
d. Kekayaan alam dan daerah tropis
e.
Jumlah pulau yang banyak
f.
Persebaran pulau
Keanekaragaman masyarakat dan sosial budaya Indonesia
merupakan sebuah potensi kekayaan yang harus dioptimalkan sehingga terasa
manfaatnya. Oleh karena itu, potensi tersebut perlu diwujudkan menjadi kekuatan
riil sehingga mampu menjawab berbagai tantangan kekinian yang ditunjukkan
dengan melemahnya ketahanan budaya yang berimplikasi pada menurunnya kebanggaan
nasional. Untuk itu, sinergi segenap komponen bangsa dalam melanjutkan
pembangunan karakter bangsa (national and character building) yang sudah
dimulai sejak awal kemerdekaan perlu terus diperkuat sehingga memperkuat jati
diri bangsa dan mampu membentuk bangsa yang berkarakter, maju, dan berdaya
saing. Seiring dengan menguatnya persaingan arus lokal dan global dalam
internalisasi nilai-nilai baru, ketahanan budaya juga perlu semakin diperkuat
sehingga memiliki kemampuan untuk menumbuh suburkan internalisasi berbagai
nilai lokal dan global yang positif dan produktif. Oleh sebab itu, upaya
pengembangan kebudayaan diarahkan pada tujuan universal peradaban.
Dalam dunia kebidanan, keragaman merupakan suatu hal yang
memiliki keterkaitan erat dalam praktiknya melayani masyarakat. Seperti yang
kita tahu bahwa keragaman di Indonesia meliputi berbagai aspek kehidupan, baik
dalam aspek suka,
bangsa, ras, agama dan keyakinan, ideologi, adat kesopanan, serta situasi
ekonomi dimana aspek-aspek tersebut menjadi unsur pembentuk masyarakat. Dalam
praktiknya, bidan akan berhadapan dengan masyarakat luas yang di dalamnya
terdapat begitu banyak keragaman. Bidan harus bisa memahami bahwa keragaman
masyarakat tersebut adalah kekayaan sosial serta budaya Indonesia. Karena hal
itulah dalam memeberikan pelayanan bidan harus memperhatikan unsur keragaman
masyarakat yang dihadapinya. Sehingga dapat menjalin suatu hubungan yang baik
antara bidan dan masyarakat yang menjadi pasiennya. Selain itu bidan akan
mudah diterima oleh masyarakat serta memudahkannya dalam melakukan sosialisasi
kesehatan. Berikut ini beberapa contoh keragaman dalam lingkup kebidanan:
a. Jawa Tengah :
Bahwa ibu hamil pantang makan
telur karena akan mempersulit persalinan dan pantang makan daging karena akan
menyebabkan perdarahan yang banyak.
b. Jawa Barat :
Ibu yang kehamilannya memasuki
8-9 bulan sengaja harus mengurangi makannya agar bayi yang dikandungnya kecil
dan mudah dilahirkan.
c. Masyarakat Betawi :
Berlaku pantangan makan ikan
asin, ikan laut, udang dan kepiting karena dapat menyebabkan ASI menjadi
asin.
d. Daerah Subang :
Ibu hamil pantang makan dengan
menggunakan piring yang besar karena khawatir bayinya akan besar sehingga akan
mempersulit persalinan. Dan memang, selain ibunya kurang gizi, berat badan bayi
yang dilahirkan juga rendah.Tentunya hal ini sangat mempengaruhi daya tahan dan
kesehatan si bayi. Selain itu, larangan untuk memakan buah-buahan seperti
pisang, nenas, ketimun dan lain-lain bagi wanita hamil juga masih dianut oleh
beberapa kalangan masyarakat terutama masyarakat di daerah pedesaan.
e.
Memasukan minyak kedalam vagina
supaya persalinan lancer
f.
Minum air akar rumput Fatimah dapat
membuat persalinan lancer
g.
Minum madu dan telur dapat menambah
tenaga untuk persalinan.
h.
Makan daun kemangi membuat ari-ari
lengket, hingga mempersulit persalinan.
i.
Pada hari ke 3 setelah melahirkan
ibu diurut oleh dukun.
j.
Selama 3 hari berturut-turut sejak
awal nifas ibu ”Disembur” dengan kunyahan kunyit, bawang putih, merica hitam,
merica putih, dan jariangau pada bagian keningnya.
k.
Selama nifas ibu harus memakai
stagen panjang untuk dililitkan diperutnya. Kira-kira berukuran 4 m (dimulai
setelah hari ke 3 ).
l.
Jika duduk ibu harus dengan posisi
bersimpuh. Dilarang keras untuk mengangkang, karna akan mengakibatkan perut
jatuh atau lepas.
·
Peran bidan terhadap prilaku sosial
budaya selama kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir.
a. Selama masa kehamilan
Pada masa kehamilan ini masih banyak masyarakat kita yang
menggunakan beragam budaya yang jika ditinjau secara kedokteran tidak memiliki
manfaat bagi kehamilan, bahkan terkadang budaya yang turun temurun dilakukan
terbilang memiliki resiko yang bisa membahayakan bagi ibu hamil. Berikut
beberapa peran bidan yang bisa dilakukan dalam menangani beragam budaya ataupun
prilaku sosial yang ada dalam masyarakat.
a) KIE tentang menjaga kehamilan dengan ANC teratur, komsumsi
makanan bergizi, batasi aktifitas fisik, tidak perlu pantang makan karena pada
keadaan hamil, justru lebih dibutuhkan pola makan yang sehat dan bergizi untuk
mensuplai makanan bagi ibu dan bayi.
b) KIE tentang segala sesuatu telah diatur oleh Tuhan yang Maha
Esa, mitos yang tidak benar harus ditinggalkan karena tidak memilki nilai
manfaat bahkan terkadang membahayakan.
c) Pendekatan terhadap tokoh masyarakt untuk mengubah tradisi
negatif atau yang berpengaruh terhadap kehamilan.
b. Selama masa persalinan
Berikut adalah beberapa peran bidan
di komunitas terhadap prilaku selama persalinan yang sering muncul dalam
masyarakat:
a) Memberikan pendidikan kepada penolong persalinan mengenai
tempat persalinan,proses persalinan, perawatan selama persalinan serta pasca
persalinan
b) Memberikan pendidikan mengenai konsep kebersihan baik dari
segi tempat maupun peralatan
c) Bekerja sama dengan penolong persalinan(dukun) dan tenaga
kesehatan setempat
d) Memberikan edukasi tentang kepercayaan yang mengatakan
minum rendaman air rumput Fatimah akan merangsang mulas
c. Berikut beberpa peran bidan di komunitas terhadap prilaku
selama masa nifas dan bayi baru lahir:
a) Memberikan penyuluhan tentang pantangan makanan selama nifas
dan menyusui sebenarnya tidak menguntungkan ibu dan bayi karena justru ibu
membutuhkan makanan yang kaya akan nutrisi dan sehat.
b) Memberikan pendidikan tentang perwatan bayi baru lahir yang
benar dan tepat meliputi pemotongan tali pusat, memandikan/ membersihkan,
menyusukan dan menjaga kehangatan.
c) Memberikan penyuluhan pentingnya pemenuhan gizi selama masa
pasca persalinan, bayi dan balita dan keuntungan serta kerugian dari beragam
pantangan makan yang diadopsi masyarakat.
d) Memberikan pengertian dengan menggunakan pendekatan logis
bahwa budaya-budaya yang dilakukan semata-mata tidak ada hubungannya dengan
yang berbau mistik. Akan tetapi memilkiki alas an lain yang lebih logis untuk
dijadikan dasar yang kuat.
2.2 Kesetaraan sebagai Kekayaan Sosial dan Budaya
Setiap manusia dilahirkan setara,
meskipun dengan keragaman identitas yang disandang. Kesetaraan merupakan hal
yang inheren yang dimiliki manusia sejak lahir. Setiap individu memiliki
hak-hak dasar yang sama yang melekat pada dirinya sejak dilahirkan atau yang
disebut dengan hak asasi manusia.
Pengakuan akan prinsip kesetaraan dan
kesedrajatan secara yuridis diakui dan dijamin oleh Negara melalui UUD 1945.
yaitu tertuang dalam pasal 27 ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi ”Segala Warga
Negara Bersamaan Kedudukannya Dalam Hukum dan Pemerintahan dan Wajib Menjunjung
Hukum Dan Pemerintahan itu dengan Tidak Ada Kecualinya”. Dalam Negara demokrasi
diakui dan dijamin pelasanaan atas persamaan kedudukan warga Negara baik dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dengan demikian secara
yuridis maupun politis segala warga Negara memiliki persamaan kedudukan, baik
dalam bidang politik, hukum, pemerintahan, ekonomi dan sosial.
Kesetaraan merupakan hal yang harus
kita junjung tinggi. Tidak terkecuali bagi seorang bidan. Dalam konsep
pelayanannya, bidan diharuskan untuk memberikan pelayan sebaik-baiknya kepada
semua pasien serta tidak membeda-bedakan bagaimana agama, pandangan politik,
fisik, maupun status ekonomi pasien. Karena dengan mengutamakan kesetaraan akan
timbul suatu chemistry antara bidan dengan masyarakat yang ada disekitarnya.
Disini bidan memiliki peran penting dengan memberikan contoh yang baik kepada
masyarakat tentang pentingnya menjunjung kesetaraan.
Diposkan oleh any setyawati di 01.04
Diposkan oleh Selly Novianty di 04.51
Diposkan oleh Andhini Ajeng Wandansari di 05.32
Setiadi Elly M. 2007. Ilmu Sosial dan Budaya edisi II.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
0 Response to "Makalah ISBD (Keragaman dan Kesetaraan sebagai Kekayaan Sosial dan Budaya Bangsa)"
Posting Komentar